-->

Jumat, 10 Oktober 2014

Cermin ~

Saya ingin bersyukur karena Allah telah menguatkan saya untuk mampu berdiri kembali diatas ketidaknyamanan yang sempat menghantui. Saya bersyukur karena Allah membantu untuk mengangkat sedikit demi sedikit perasaan sedih yang sempat menggelayuti dalam hati dan saya bersyukur untuk segala kebesaran Allah yang mampu menguatkan saya.

Pada akhirnya saya mulai berpikir, mungkinkah ini karma ? atau lebih baiknya saya sebut sebagai bentuk teguran dari Allah atas apa yang pernah terjadi di masa lalu. Saya tidak tahu, hanya mungkin saja iya ~

5 tahun yang lalu, itu pertama kalinya saya mencoba untuk menjalin hubungan yang lebih dari hanya sekedar teman dengan seorang lawan jenis, sebut saja A. Pada saat itu rasanya adalah masa-masa menjadi seorang ababil. Hampir 1 tahun saya menghabiskan waktu bersama dengan A, lebih tepatnya 1 tahun kurang 10 hari sebelum akhirnya kami benar-benar berpisah. Bukan suatu perjalanan yang mulus untuk kurun waktu hampir 1 tahun, berkali-kali entah berapa kali pastinya putus nyambung terjadi dan tidak jarang itu terjadi karena saya. Berbagai alasan mulai dari alphabet a-z mungkin pernah saya utarakan hingga pada akhirnya saya lebih memilih untuk menunggu hingga si A yang memutuskan untuk berpisah karena saya pikir akan lebih baik jika si A yang meminta, karena saya tidak harus menanggung beban karena memutuskan terlebih dahulu. Jujur, saya senang setelah apa yang saya tunggu akhirnya datang. Ah, saya kejam, sangat.

Selang waktu 1 bulan, saya mendapatkan apa yang saya inginkan, sebuah kebebasan. Iya saya bebas tanpa harus pusing ada yang melarang melakukan ini itu. Saya tidak mengejar waktu untuk segera mendapatkan pengganti, just let it go. Tapi kenyataannya, saya bertemu dengan si B tapi yaa rasanya saat itu hanya sekedar obsesi untuk memiliki yang pernah terpendam beberapa tahun sebelumnya. Semua flat setelah obsesi itu terpenuhi, dan itu adalah masa paling singkat yang pernah saya jalani, hanya 2 bulan. Tapi keputusan berpisah adalah kesepakatan bersama dan semua berakhir dengan baik-baik.

1 bulan kemudian, ternyata saya masih dipertemukan dengan si C yang sebenarnya sudah saya kenal beberapa lama sebelumnya. Hidup saya menjadi agak sedikit ruwet selama 9 bulan berikutnya. Saya agak merasa sedikit terhantui dengan tingginya intensitas kehadirannya dirumah, yang terkadang tidak kenal waktu. Saya merasa lelah dengan segala sikap kekanak-kanakan yang sangat mudah untuk marah hanya karena masalah yang teramat sangat sepele. Belum lagi segala aturan yang tak karuan yang harus selalu dituruti yang terkadang juga tidak masuk akal. Singkatnya, saya lelah ! Saya berontak dan pada akhirnya saya menjadi tidak peduli dengan apapun yang hendak dilakukannya, tapi saya terkadang tersudut dengan terror yang tidak jarang pula dilakukannya. Oke, bagi saya si C ini physcho ! Sampai pada akhirnya saya memutuskan untuk berpisah, meski di sisi lain masih ada perasaan lebih yang tersisa tapi saya lebih memilih untuk menyelesaikan urusan hidup saya dengannya. Tapi yaaa, saya belum benar-benar selesai dengannya, seperti biasa si C masih menghantui hidup saya, sampai akhirnya semuanya benar-benar selesai ketika saya merantau dan pergi ke Surabaya. Bersyukur saya tidak berada di 1 kota yang sama lagi. Tapi jujur, saat itu pun saya menjadi jahat. Memutuskan untuk berpisah secara sepihak bahkan hingga si C datang memohon pada saya dengan segala air mata dan hampir bersujud di kaki saya. Sedangkan saya masih egois dengan keputusan saya tanpa peduli bagaimana perasaannya, saya abaikan segala tindakannya berharap si C pun akan mampu mengabaikan saya. Singkatnya, saya berusaha mengusirnya dari hidup saya pelan-pelan.

3 bulan setelah itu, saya bertemu kamu. Dan kamu merubah segala yang pernah terjadi dalam hidup saya sebelumnya. Jika sebelumnya saya tidak pernah mampu bertahan bahkan hanya untuk kurun waktu 1 tahun karena selalu kalah dengan rasa bosan. Tapi entah apa dan entah kenapa, keinginan untuk berubah itu muncul ketika bertemu kamu.

Saya pernah berjanji pada diri saya sendiri ketika pada akhirnya saya jatuh hati padamu. Saat itu saya yakin bahwa apa yang saya rasakan bukanlah obsesi untuk hanya sekedar memiliki. Tapi saya jatuh hati tanpa alasan, bahkan tanpa saya sadari. Saya senang mampu berteman denganmu saat itu, tanpa harus mengutamakan saya harus memilikimu pada saat itu. Rasanya saya tidak akan pernah mampu menggambarkan apa yang saya rasakan saat itu melalui tulisan, tapi jika saya harus menceritakan kembali, akan masih terlihat raut wajah yang penuh keceriaan saat menceritakannya.

Saya telah dibuat benar-benar jatuh cinta, dan saya telah dibuat untuk belajar meninggalkan saya yang dulu ababil untuk mencoba serius kali ini. Saya telah berjanji bahwa saya tidak lagi boleh meninggalkan hanya karena bosan. Saya telah berjanji bahwa apapun yang terjadi saya harus mencoba bertahan, sesulit apapun itu kondisinya. Saya telah berjanji bahwa saya ingin serius dan bukan hanya sekedar main-main. Saya ingin apa yang saya jalani kali ini tidak hanya berhenti sampai disini. Dan semua itu adalah janji saya pada diri saya sendiri tanpa saya ungkapkan padamu.

Setelah 3 tahun berjalan, setelah saya melewati berbagai hal bersamamu, hingga 2 minggu yang lalu kamu kembali memberiku sebuah pelajaran baru sampai akhirnya saya mulai berpikir, rasanya Allah sedang menyodorkan sebuah cermin pada saya.

Iya, kamu yang telah membuat saya jatuh sebegitu dalamnya dengan perasaan saya sendiri yang begitu kuat hingga saya sendiri sulit mengontrolnya, justru beberapa kali menorehkan luka-luka.

1 tahun yang lalu, setelah hampir 2 tahun bersama, dengan mendadak kamu meminta untuk break dengan alasan A meski pada akhirnya kamu memutuskan untuk menarik apa yang pernah kamu ucapkan, tapi jujur, itu pertama kalinya dan saya merasakan sakit yang luar biasa dalam.

3 bulan yang lalu, setelah hampir 3 tahun bersama, hal yang sama kembali kamu ulangi. Sekali lagi kamu meminta break dengan alasan yang sedikit berbeda dengan sebelumnya, sebut saja B. Tapi yaaa pada kenyataannya kamu masih tetap bersama saya saat itu, meski saat itu pun saya masih merasakan sedikit sakit.

2 minggu yang lalu, untuk yang ketiga kalinya, kamu meminta untuk menyelesaikan semuanya. Oke, shock terapi untuk yang ketiga kalinya. Sakit ? iya pasti. Dan akhirnya saya sadar ternyata seperti ini rasanya disudahi secara sepihak yang sama sekali tidak di inginkan. Ternyata sakitnya cukup terasa, dan saya baru saja menyadari, mungkin ini yang pernah dirasakan oleh si A dan si C dulu saat saya perlakukan sesuka hati saya.

Saya hanya lebih bersyukur bahwa saya dan kamu belum sungguh-sungguh berakhir, karena memang sesungguhnya ini bukan akhir, ini hanyalah jeda. Saya rasa ini hanya sekedar sebuah jeda. Jika dalam sebuah pemutaran film, ini bukan ending dari cerita, tapi film tersebut hanya sekedar dalam kondisi pause.

Terima kasih sudah disadarkan, dan terima kasih sudah diberikan cermin. Mungkin jika tidak dengan cara ini, saya tidak akan pernah belajar untuk lebih menghargai perasaan orang lain.

Ikhlaskan jika memang suatu saat kondisi menyakiti diri sendiri, renungkanlah, mungkin di masa lalu pernah ada yang tersakiti karena kondisi yang kita buat ~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar