Pernah dengar istilah Long Distance
Relationship ? Tentunya hampir semua orang tahu istilah yang keren dengan
sebutan LDR ini.
Jika ada yang menyebutkan bahwa LDR means
Single, I think it’s right ! Kenapa ? karena sang pejuang LDR ini
kemana-mana sendiri, apa-apa sendirian, jika yang lainnya bersama dengan
pasangan masing-masing, maka sang pejuang LDR ini hanya akan pergi seorang diri
atau bersama dengan temannya yang jomblo atau sesama pejuang LDR ~
Ngenes ? Kebanyakan orang diluar sana akan melihatnya dengan tatapan
menyedihkan, apalagi jika LDR itu dibatasi oleh ribuan kilometer yang sulit
dijangkau.
Begitulah kehidupan seorang pejuang LDR, like me :” jika ditanya, “masih kuat LDR nya ?” atau “kamu
baik-baik saja, Fit ?” dan berbagai macam pertanyaan lainnya yang terlontar
keluar dari mulut seorang teman dan siapapun diluar sana, please answer your question by yourself, stop asking me.
Sesungguhnya setiap pertanyaan yang dilontarkan itu menimbulkan speechless, karena saya sendiri pun
bingung harus menjawab apa. Jika ditanya kuat atau tidak, boleh jadi sebenarnya
dari lubuk hati terdalam ingin sekali mengatakan TIDAK ! begitu pula saat
ditanyakan baik-baik saja atau tidak, sesungguhnya ada sebagian diri yang TIDAK
BAIK-BAIK SAJA.
Akan tetapi, mau sampai kapan menjadi seorang pribadi lemah ? Tidak mungkin
setiap hari hanya habis untuk meratapi nasib yang berjalan tak sesuai dengan
keinginan. Ketahuilah bahwa semua HANYA tak nyaman di awal dan waktu yang akan
menyembuhkan segalanya menjadikan semua terkesan NORMAL.
Tak pernah ada yang mudah saat memulai, begitu pula yang terjadi 5 bulan
yang lalu. Siapa yang terpikirkan bahwa kami akan terpisah jauh antara Jawa
Timur dan Papua ? Tidak ada sama sekali.
Saat itu, 18 Maret 2016 Jam 20:59 masuklah sebuah chat di handphone, sebuah
chat diluar eskpektasi, yang
tiba-tiba mengabarkan penempatannya di Papua. Tahukah apa yang ada di pikiran
pertama kali membaca chat semacam itu
? “Ah ini paling hanya iseng, niat
ngerjain paling” karena pada saat itu tepat H-7 hari ulang tahun saya tiba.
Sampai pada akhirnya saya meminta foto surat penugasannya dan jreng jreng jreeengggg itu semua NYATA
adanya ~~
Bukan tangisan atau bahkan kesedihan yang muncul pertama kalinya, bahkan
saya pun tak tahu apa rasanya. Bagaikan flat
tanpa rasa apapun, karena memang kaget dan shock
terapi, hingga saya sendiri tak mengerti harus mengekspresikannya seperti
apa lagi *haha*
Boleh jadi, semua itu adalah kado ulang tahun paling “wow” yang diberikan lebih awal. Tanggal 22 Maret 2016 adalah hari
pertama kalinya saya melihatnya lagi setelah terakhir kali kami mempunyai waktu
bersama tanggal 16 Januari 2016 dan sekaligus hari terakhir saya melihatnya
sebelum akhirnya dia lenyap bersama pesawat yang membawanya terbang ke wilayah
ujung timur dari Indonesia dan sampai detik tulisan ini dibuat saya belum
melihatnya sama sekali :”
Semua tak pernah berjalan dengan mudah di awal. Krisis kepercayaan dengan
jarak yang terbentang jauh dan zona waktu yang berbeda butuh adaptasi lebih dan
lebih setiap harinya. Dibutuhkan waktu untuk mengumpulkan kekuatan hingga saya
mampu bertahan tanpa kabar darinya, dan berhenti menjadi seorang “teroris” yang melakukan spam chat di handphone nya.
Jika dulu di awal, dalam hitungan jam entah berapa banyak bom chat yang terkirim hingga rasanya
terlalu sensitif ketika chat itu
sudah dibaca tetapi tetap tanpa balasan, atau bahkan melihatnya justru update
di tempat lain tanpa membaca chatnya,
seketika setelah itu terjadilah perang dunia *haha* hal-hal sepele yang
sesungguhnya tak perlu diperdebatkan justru itu yang menjadi masalah hampir
setiap harinya dan dalam beberapa hari sekali hobi sekali melakukan panggilan
hingga boros pulsa. Ah iya lebay memang tapi itulah kenyataannya bahwa
membangun kepercayaan meski dengan orang yang telah 4.5 tahun bersama-sama
tetaplah tidak mudah.
Hingga pada akhirnya saya tahu apa kuncinya. CARILAH KESIBUKANMU SENDIRI. Hanya
itu obatnya yang mampu menyembuhkan segala penyakit-penyakit penyebab
terjadinya perang dunia. Seketika saat saya menemukan kesibukan yang
menyenangkan dan membuat saya enjoy mengerjakannya,
maka saat itu pula saya lupa tentang dia ~
Iya, saya telah menemukan kebahagiaan lain (dalam artian positif) hingga
saya bahkan tak lagi mempermasalahkan chat
seperti sebelumnya, meski sesekali tetap mangkel
ketika chat hanya diread atau
bahkan tidak diread sampai 24 jam lebih, tapi pada akhirnya saya mulai kebal. Semua
bisa karena dipaksa untuk bisa. Bahkan hingga saat ini, saya terbiasa untuk
tidak chat lebih dahulu sebelum dia
membalas chat sebelumnya, karena ini
melatih saya untuk tidak “ngarep-ngarep”
balasannya yang entah kapan akan dibalasnya dan selama 5 bulan menjalani LDR,
hanya 1 kali kami melakukan video call.
Sedangkan telepon juga dapat dihitung jari, belum tentu sebulan sekali *haha*
karena selain hemat pulsa dan kuota, itu lebih awet untuk tidak menimbulkan
perasaan rindu.
Maka sesungguhnya jawaban dari pertanyaan yang tertulis diatas sudah jelas,
bahwa saya sebenarnya tidak kuat menjalaninya tetapi saya memaksanya untuk kuat
dan meyakinkan diri saya sendiri bahwa saya bisa dan semua akan baik-baik saja.
Well then, everything will be alright if
you think that it will be alright. Semua berawal dari sugesti diri sendiri :)
Maafkan untuk tulisan yang berantakan. Tulisan ini murni curhat dan kekuatan
untuk menuliskannya baru muncul setelah 5 bulan berlalu. Untuk semua orang
diluar sana yang sedang menjadi pejuang LDR, bersabarlah dan kuatlah :)
Jika kalian sedang berjuang dengan jarak yang lebih ekstrem, kalian HEBAT
dan KUAT !
Jika kalian sedang berjuang dengan jarak yang tak seberapa, mohon
berhentilah mengeluh dengan keadaan, ketahuilah bahwa ada yang tak seberuntung
kalian diluar sana, seperti saya yang bahkan Idul Fitri meskipun dia pulang pun
tak bisa bertemu, dan masih entah kapan waktu mempersilakan kami untuk bertemu. Bisa
jadi Idul Fitri tahun depan ~
Surabaya, 18 Agustus 2016
21:45 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar