-->

Minggu, 20 Juli 2014

Pe Ha Pe ~

Pernah dengar namanya php ? bukan php bahasa pemrograman web yang dibahas disini. Ini bukan tulisan yang akan membahas sesuatu yang berhubungan dengan hal semacam itu. Php yang saya maksudkan disini adalah pemberi harapan palsu.

Iya, saya ingin meluapkan sesuatu, meluapkan rasa yang menumpuk di dalam hati, sesuatu yang berhubungan dengan php. Entah saya yang sedang dalam kondisi sensitif atau bagaimana, silakan di asumsikan sendiri.

Tapi jujur, kalau mau dibilang jengkel, iya sangat. Awal bulan lalu, ada pengumuman yang mengutarakan bahwa mulai besok, tanggal 21 Juli akan ada sidang TPPA. Awalnya, saya biasa saja, meskipun itu memang sudah h-7 hari raya. Ambil positifnya saja mulanya, mungkin dengan menjalani sidang sebelum hari raya, akan sedikit lebih meringankan beban dengan tidak terus kepikiran sidang di hari raya. Segala persiapan sudah mulai dilakukan jauh-jauh hari. Mulai dari lembur proposal, lari kesana sini demi bimbingan, perjuangan meminta tanda tangan pembimbing, revisi proposal berkali-kali hingga pada akhirnya merasakan printer harus rusak di saat genting seperti itu. Dan semua itu dilakukan di tengah menjalani ibadah puasa ramadhan.


Bukan niat mengeluh atau apa, saat itu saya menjalani semuanya insyaAllah ikhlas, karena memang niatannya ingin segera selesai dan tidak lagi menangguhkan kewajiban.

Kemudian minggu lalu, ada pengumuman update tentang sidang, yang mengutarakan bahwa sidangnya dimajukan mulai hari Jumat kemarin, tanggal 18. Semua serba kalang kabut, deadline pengumpulan yang awalnya Jumat menjadi harus dimajukan jadi hari Kamis sedangkan masih ada berbagai macam revisi yang harus di selesaikan. Hingga akhirnya, alhamdulillah deadline itu bisa terselesaikan tepat waktu.

Tapi apa kenyataannya, di malam harinya ada pengumuman yang meralat pengumuman sebelumnya. Sidang kembali dimulai hari Senin besok. Awalnya, yasudahlah, setidaknya bisa sedikit beristirahat sejenak setelah berhari-hari dikejar deadline.

Di hari itu pula, harus ada pengumuman lain yang menyatakan bahwa Kamis besok, tanggal 24 Juli, akan ada UAS yang tertunda akibat dosen yang belum membuatkan soal yang seharusnya sudah dilaksanakan akhir bulan lalu, plus ditambah demo project.

Oke, saat itu mulai shock. Mulai muncul berbagai rasa yang berkecamuk. Ada rasa tidak terima. Bagaimana tidak, planning awal, di hari Kamis itu saya berencana untuk pulang setelah 2 bulan belum pulang sama sekali. Dan semuanya terancam gagal total hanya karena 1 orang dosen.

Tapi apa daya, hanya bisa mencoba sedikit menenangkan diri. Saat itu saya hanya berpikir, saya juga masih ada jadwal sidang. Tak apalah menunda kepulangan sehari saja.

Dan hari ini, yang awalnya saya pikir jadwal sidang itu akan di tempel di mading, nyatanya sampai malam ini tidak ada satu pun tanda-tandanya. Dan ternyata sidangnya ditunda lagi setelah hari raya. Dan kali ini, jujur saya jengkel, jengkel luar biasa. Ada amarah yang ingin meluap tapi tidak tahu harus diluapkan kepada siapa. Ada kekecewaan yang timbul tapi juga tidak tahu harus bagaimana.

Lalu sekarang saya harus apa ? Menunggu hingga hari kamis tanpa melakukan apapun ? Saya sudah cukup bosan ada di kos, sudah 1 bulan lebih saya sendirian di kos, tanpa ada 1 pun anak kos lain yang masih tinggal. Saya rindu rasanya berbuka dan sahur dengan keluarga. Saya rindu ingin bertemu kedua orang tua saya. Saya rindu suasana ramadhan dirumah. Dan yang pasti saya IRI dengan mereka yang masih bisa merasakan itu meskipun hanya 1-2 kali.

Kenapa kami, yang berada jauh dari tempat asal kami, tidak di izinkan untuk bisa sedikit menelan kebahagiaan di bulan suci ini dengan mengizinkan kami pulang sedikit lebih awal meskipun itu h-4 hari raya ?

Kenapa kami harus merasakan di php seperti ini dengan mengubah-ubah jadwal sewaktu-waktu tanpa memberikan kami kepastian ?

Apa memang mahasiswa itu selalu pantas untuk mendapatkan perlakuan semacam ini karena memang kami yang butuh untuk menuntut ilmu ?

Saya tahu semua akan menjawab bahwa ini adalah resiko, resiko untuk memilih menuntut ilmu jauh dari tempat tinggal. Ini adalah resiko menjadi seorang mahasiswa, apalagi mahasiswa yang akan segera menjadi mahasiswa tingkat akhir. Dan saya juga tahu betul diluar sana masih ada banyak mahasiswa lain yang memiliki tempat tinggal lebih jauh dan sudah tidak pulang lebih lama dari saya. Tapi ketahuilah bahwa mereka semua ‘mungkin’ merasakan apa yang saya rasakan saat ini.

Saya tidak bisa apa-apa lagi, kampus lebih berkuasa. Lalu pada akhirnya saya hanya bisa mencoba untuk bersabar menerima kenyataan.

“Allah tidak memberikan apa yang kita inginkan, tapi Allah akan memberikan apa yang kita butuhkan “

“Manusia boleh merencakan segala sesuatu sebaik mungkin, tapi rencana Allah akan jauh lebih indah”
Mungkin Allah sedang merencakan sesuatu untuk kita, mungkin inilah yang memang kita butuhkan saat ini. Bersabar dan ikhlas memang bukan pekerjaan yang mudah, tapi mau tidak mau kita harus melakukannya.

Surabaya, 20 Juli 2014
22 : 50
ditulis jujur dari lubuk hati terdalam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar