-->

Kamis, 31 Desember 2015

DIAM

mood swing ~

yaa itu saya banget. mood yang terkadang tak menentu. sometimes up sometimes down. sebentar up sebentar down. sekarang seneng beberapa menit kemudian sebel. semua mungkin terjadi jika berhadapan dengan seseorang yang moody.

membenahi mood bukan perkara mudah. berurusan dengan orang moody tak kalah susah. bahkan sekalipun itu diri sendiri, memerangi mood yang tak tentu itu susah.

tetapi tak segalanya yang mempengaruhi mood haruslah dibagikan dengan orang lain, terkadang berbagi cerita hanya akan menambah tingkat kerusakan mood. siapa yang tahu respon seperti apa yang akan diperoleh nantinya setelah menceritakan permasalahan yang sedang dihadapi ? tak ada jaminan bahwa dengan berbagi cerita akan memperbaiki mood yang buruk agar kembali normal.

mungkin bagi sebagian orang, bercerita adalah jalan terbaik yang melegakan. tapi bagi saya ketika diam adalah pengobat segala gejolak yang memburu dalam dada, maka saya lebih memilih untuk membungkam mulut rapat-rapat.

Selasa, 17 Maret 2015

Awal Perjuangan

Ah ternyata sudah 1 bulan berlalu. Apakah waktu berjalan cepat ? Sesungguhnya biasa saja ~

1 bulan saja sulitnya hampir membuat setengah putus asa. Semoga untuk hitungan tahun saya masih dikuatkan dan semoga tidak dengan mudah untuk digoyahkan. Mungkin karena memang ini baru pertama kalinya saya memilih meninggalkan orang yang pertama kalinya pernah bersama dalam kurun waktu 3.5 tahun demi sebuah alasan yang orang lain dengar mungkin akan diblilang “sok sokan” atau terdengar begitu absurd. Apalagi perasaan yang tertinggal dalam hati juga masih sama dengan perasaan yang ada 3.5 yang lalu, masih tertanam kuat. Sejujurnya jika diminta untuk memilih, saya lebih memilih untuk meninggalkan orang yang memang saya sudah tidak punya perasaan apapun padanya meskipun dengan sejuta alasan yang harus saya buat-buat sendiri demi agar saya bisa pergi meninggalkannya dibandingkan harus seperti ini.

Setelah 1 bulan berlalu, menyandang status ”single” (jangan sebut jomblo, karena single terdengar lebih elegan huehe), kehilangan rutinitas yang bertahun-tahun dijalani dengan begitu tiba-tiba, rasanya aneh. Iya aneh. Mendadak hp menjadi terasa begitu sunyi meskipun masih lebih ramai karena berbagai macam aktivitas sosial media yang hampir non stop. Tiada lagi ada chat yang diutamakan untuk dibalas, kecuali chat dari teman yang memang penting, orderan pulsa atau hal semacamnya. Saya buta dan tuli akan kabarnya, aktivitas, kesibukannya hingga saya tidak lagi menjadi yang paling tahu tentangnya ketika orang di sekitar menanyakan tentangnya. Saya berubah menjadi seorang yang hanya datang saat ada butuhnya dan pergi saat kepentingan itu terpenuhi. Ada jarak yang telah terbentang saat ini dan memang itu yang kami inginkan.

R.I.N.D.U

Rindu. Sebuah kata sangat sederhana namun sangat sulit untuk dikendalikan. Berperang melawan perasaan bukanlah perkara mudah. Mengalahkan keinginan sendiri jauh lebih menyakitkan daripada mengalahkan orang lain. Mencoba berdamai dengan perasaan sendiri ternyata tidak kalah sulitnya dibandingkan harus berdamai dengan orang lain.

Ketika hidup sedang dilibas habis oleh perasaan rindu yang menyelimuti, rasanya hampir tidak menenangkan menjalani hidup sendiri. Entah berapa jam dari 24 jam dalam sehari akan habis hanya untuk mengurus rasa rindu yang mengusik.

Sungguh seakan dunia sedang mencoba untuk menggoda pertahanan yang baru saja saya dirikan sebulan yang lalu. Mulai dari sebuah pertemuan yang diinginkan oleh orang lain yang mengharuskan saya berada dalam satu frame yang sama dengannya yang semenjak saat itu jujur perasaan ini menjadi sedikit lepas kontrol seakan hidup saya berubah menjadi “metal” (mellow total) -_- bahkan terkadang playlist lagu pun membuat memori otak saya berputar mundur pada hal-hal yang menjadi pemicu rasa rindu itu menjadi semakin menggunung.

Minggu, 15 Februari 2015

Kalahkan Rasa Takutmu !

Setelah terombang-ambing oleh perasaan diri sendiri beberapa lamanya, semenjak satu tahun yang lalu, dan setelah mencoba mengambil jalan tengah mulai dari membatasi diri sedikit demi sedikit tanpa melepaskan apa yang sudah bersama saya selama bertahun-tahun karena tidak pernah sekalipun merasa yakin dan mantap untuk benar-benar mampu melepasnya, karena selalu dihantui perasaan takut akan sebuah kehilangan, dan karena selalu dihantui perasaan tidak mampu merasakan sepi jika memang harus benar melepasnya.

Kini, lebih tepatnya 6 hari yang lalu, ketika segala macam perasaan galau itu memuncak sampai benar berada di puncaknya, mencoba perlahan berdiskusi untuk menemukan solusi terbaik yang tidak menyakiti siapapun, dengan tujuan agar masing-masing saling paham dengan jalan terbaik yang akan diambil hingga pada akhirnya justru dia memberikan sebuah keyakinan bahwa apapun keputusan yang nanti akan saya ambil, dia tidak akan mempermasalahkannya, dan dia pula yang meyakinkan saya bahwa saya tidak boleh ragu jika memang saya sudah merasakan ada sesuatu yang tidak pas (silakan baca postingan sebelumnya). Pada akhirnya, saya membutuhkan sedikit waktu untuk sejenak berpikir pelan untuk segera mengambil keputusan, hingga saya memutuskan untuk sedikit sharing dengan teman saya berharap mendapatkan kemantapan hati untuk apa yang harus saya lakukan. Berikut percakapan singkat antara saya dengan teman saya atas perasaan galau yang saya rasakan :

Senin, 09 Februari 2015

Jomblo ?

Jomblo. Sebuah kata yang kadang jadi agak mengerikan untuk sampai ke gendang telinga seseorang. Seakan menjadi seorang jomblo adalah suatu musibah besar yang mengancam kelanjutan hidup manusia.

Akan tetapi, saya melihat sebuah sisi lain dari mereka yang diluar sana menyandang status jomblo. Jujur dan sejujurnya dari lubuk hati saya yang terdalam, saya terkadang iri pada mereka. Kenapa ? karena saya melihat mereka yang menjadi seorang jomblo sebenarnya mungkin sedang berada dalam lindungan dan dekapan Allah, karena mereka mungkin sedang dimuliakan oleh Allah.

Kenapa saya mampu berkata seperti itu ? karena sesungguhnya saat ini saya tidak sedang menyandang status tersebut selama hampir 3,5 tahun terakhir ini dan setelah sekian tahun berlalu menghabiskan waktu dengan orang yang masih sama, beberapa waktu terakhir ini entah apa penyebabnya saya mulai dihantui perasaan galau. Bukan perasaan galau yang mungkin sekarang terlintas di pikiran banyak orang yang saya rasakan saat ini, tetapi sebuah perasaan galau karena merasa dihantui oleh perasaan bahwa apa yang saya jalani selama ini adalah suatu hal yang kurang tepat. Entah sudah berapa banyaknya dosa yang saya timbun hanya karena sebuah hal sepele yang mungkin juga saya tidak sadari bahwa saya sedang melakukan sebuah dosa. Belum lagi kini ketika saya tahu bahwa saya belum memiliki kemantapan hati untuk segera menghalalkan apa yang telah saya jalani ini, dan saya justru menginginkan hal lain yang ingin saya kejar dan usahakan lebih dahulu. Bahkan target saya untuk menjalani sebuah kehidupan dibawah ikatan sebuah pernikahan masih dapat dibilang lama, sekitar 3-4 tahun dari sekarang. Lalu pada akhirnya saya hanya mampu dibayangi sebuah pertanyaan yang sering melintas dalam pikiran, “apakah saya akan terus menjalani ini untuk 7-8 tahun dengannya hingga akhirnya saya menjadi halal baginya, begitupun dia ?” dan saya tidak pernah mampu menjawabnya dengan sebuah kepastian, yang saya tahu jika hal semacam ini terus menerus terjadi, maka entah akan menjadi setinggi apa gunungan dosa yang saya tabung L